"Jangan lihat pakaian saya, tapi lihatlah apa yang saya kerjakan nanti," ujar Hayrunnisa Gul, saat wartawati sebuah stasiun televisi asing memawancarainya tak lama setelah pelantikan suaminya, Abdullah Gul, sebagai presiden Turki, pada Agustus 2007. Saat itu, dunia berpaling pada terpilihnya Gul yang dianggap akan membawa kembali negara sekuler Turki pada sistem Islam.
Beda dengan para ibu negara sebelumnya, Hayrunnisa memilih tetap
berkerudung. Padahal pada pemerintahan sebelumnya, jilbab sempat
dilarang masuk ke lembaga-lembaga resmi negara. Saran agar ia
menanggalkan jilbab, tak pernah diindahkannya.
Kendati berjilbab, Hayrunnisa selalu tampil menawan. Ia membuang jauh
anggapan bahwa jilbab identik dengan baju kedodoran, tak modis, dan
kumuh. Ia tampil rapi, anggun, dan tetap dalam kaidah syar'i. Namun
lagi-lagi, ia selalu meminta agar jangan menilainya dari pakaian, tapi
dari karya yang dihasilkan.
"Setiap wanita suka berpakaian baik dan peduli tentang pakaiannya. Saya
juga memilih pakaian saya dengan hati-hati. Namun, saya ingin
dibicarakan tidak dengan pakaian saya, tapi pekerjaan yang saya
lakukan," ujarnya.
Dan ia membuktikannya. Gembrakan pertamanya, adalah menanamkan gerakan
cinta membaca di kalangan kaum wanita dan anak-anak. Festival buku
Talking Book Festival dihajat setiap tahun di negara ini. "Buku adalah
gerbang untuk menggenggam dunia," ujar wanita penyuka buku, yang kerap
diam-diam datang ke berbagai festival buku internasional ini.
Tak hanya buku, ia juga menjaga tradisi Turki, termasuk seni kulinernya.
Dalam setiap kunjungannya ke berbagai pelosok negeri, ia selalu mampir
ke pusat perawatan anak-anak dan panti jompo untuk memastikan kondisi
mereka baik-baik saja. Saking perhatiannya dengan manula dan anak-anak,
hampir tradisi sekarang ketika orang mendengar bahwa ia akan
mengunjungi suatu provinsi, anak-anak dan orang tua setempat yang
pertama menyambutnya.
"Saya akan berjuang untuk memastikan bahwa negara menyediakan semua
kebutuhan material anak-anak. Mereka membutuhkan satu hal: cinta dan
peduli," ujarnya.
Ia pantang "memenjarakan" anak-anak yatim di panti asuhan. Sebisa mungkin, katanya, anak-anak akan diintegrasikan pada sebuah keluarga, agar mereka tumbuh sebagai anak yang normal. Itu sebabnya, ia menggaji para pensiunan guru untuk merawat anak-anak yatim sebagai sebuah keluarga. "Saya percaya pengalaman mereka akan berkontribusi banyak untuk mempersiapkan anak-anak asuhnya hingga bisa berperan maksimal bagi kehidupan," ujarnya.
Satu lagi yang jarang diekspos pada publik, ia selalu mampir secara
pribadi pada keluarga para syuhada. "Mereka adalah martir yang
mewariskan negara ini pada kita. Anak laki-laki dan suami mereka
mengorbankan hidup mereka untuk tanah air kita," ujarnya.
Ia bahkan menjalin kontak secara pribadi dengan mereka. Banyak anak-anak
para syuhada yang menjadi anak asuhnya. Ketika anak-anak ini
berprestasi, ia akan secara khusus menuliskan surat dengan tulisan
tangannya menyampaikan ucapan selamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar