Myanmar adalah satu dari tiga negara yang enggan dimasuki Coca-cola.
Angin demokrasi yang mulai berhembus di Myanmar membuat pemerintah AS akhirnya mencabut larangan investasi di negara tersebut. Pencabutan sanksi membuat perusahaan minuman soda Coca-Cola terpikir untuk kembali menjual produknya di Myanmar setelah 60 tahun.
"Kami akan mulai kembali berbisnis di Myanmar segera setelah mendapatkan izin resmi dari pemerintah AS," kata perwakilan Coca-Cola, diberitakan BBC Kamis 14 Juni 2012. Sebagai langkah awal, mereka akan mengimpor produk dari negara-negara tetangga sambil pelan-pelan merambah Burma, nama lain Myanmar.
Bersama dengan Kuba dan Korea Utara, Myanmar menjadi negara di mana Coca-Cola menolak menjual produknya. Brand minuman soda yang identik dengan warna merah ini memang menolak beroperasi di negara di mana junta militer berkuasa.
Mereka angkat kaki dari Kuba setelah rezim Fidel Castro mulai merampasi aset perusahaan swasta. Ketika Myanmar mulai dikuasai junta militer pada 1960an, Coca Cola menghentikan penjualan. Hingga saat ini, mereka bahkan belum pernah memasuki Korut.
Sejak junta militer berhenti berkuasa 2011, satu persatu pemimpin dari Eropa dan AS mulai mengunjungi Myanmar. Mereka menawarkan untuk mencabut beberapa sanksi dan membantu demokratisasi. Selain akan kembali beroperasi, Coca-Cola juga akan menyumbangkan US$3 juta untuk LSM pemberdayaan perempuan di Myanmar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar