Kondisi pembalap Formula 1 asal Jerman, Michael Schumacher, masih kritis. Tim dokter yang menanganinya, menerapkan induksi koma dan penurunan suhu tubuh untuk menjaga kondisi pria yang mengalami trauma kepala berat akibat kecelakaan ski itu.
Yang diprioritaskan
dokter adalah mengurangi kebutuhan energi dari otak, sehingga aliran dan
tekanan darah ke organ vital itu berkurang. Dengan demikian, otak bisa
lebih beristirahat. Tujuannya, mengurangi pembengkakan otak dan
kemungkinan peningkatan tekanan intrakarnial.
Itu disampaikan Dr David
Wright, direktur ilmu saraf darurat Department of Emergency Medicine di
Emory University School of Medicine. “Ini semacam mendinginkan mesin,
sehingga memungkinkan proses penyembuhan perlahan terjadi,” ujarnya
menerangkan, seperti dilansir CNN.
Kondisi Schumi, nama
tenar Michael Schumacher, mengkhawatirkan karena tengkorak otak adalah
ruang tertutup. Ketika kepala terkena benturan keras, kata Wright, otak
akan terbolak-balik dalam tengkorak dan mengakibatkan cedera,
peradangan, atau bahkan kerusakan.
Menurut Dr Nicholas
Schiff, profesor neurologi dan ilmu saraf di Weill Cornell Medical
College, otak yang meradang akan mendorong tengkoraknya. “Itu bisa
merusak batang otak. Seseorang bisa meninggal. Akan ada banyak kerusakan
jaringan,” tuturnya menjelaskan.
Kemungkinan kedua, adalah
pelepasan zat kimia beracun dalam otak. Zat seperti kalsium akan
membanjiri sel otak, dan menyebabkannya mati. Akhirnya, otak makin
membengkak. Kalaupun sel itu tidak mati, luka juga akan mencederainya
dan akhirnya sel itu membunuh dirinya sendiri.
Peristiwa itu disebut
apoptosis. Jika sudah begitu, kerusakan otak akan makin parah. Karena
itulah, Wright melanjutkan, dokter memperlambat prosesnya dengan cara
menginduksi dengan anestesi dan menjaga suhu tubuh Schumi tetap dingin.
Kini, suhu tubuhnya dijaga dengan angka 34 hingga 35 derajat Celsius. Masih mengutip CNN,
metode itu disebut terapi hipotermia. Penurunan suhu tubuh umumnya
efektif menjaga tekanan intrakarnial, meski itu belum benar-benar
terbukti ampuh.
Klimaks respons
peradangan otak setelah cedera biasanya terjadi setelah 48 atau 72 jam.
“Sehingga, dokter menjaga suhu tubuh tetap dingin selama tiga sampai
lima hari,” ujar Wright lagi. Namun, menjaga suhu tubuh terlalu dingin
juga bisa berbahaya, karena itu perlu dikontrol terus.
Penjelasan itu dibenarkan
Dr Jean-Francois Payen, kepala anestesi di University Hospital Center
of Grenoble, tempat Schumi dirawat. Namun, dokter belum merilis anestesi
apa yang digunakan. Seberapa parah cedera otak yang dialaminya, juga
belum bisa diinformasikan.
Cedera otak sendiri
umumnya bisa diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat. Dalam
cedera ringan, penderita bisa terjaga, waspada, dan mengikuti perintah.
Cedera sedang, penderita tidak agresif mengikuti perintah. Sedang cedera
berat, penderitanya akan koma.
>>Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar