Sudah 3 kali pencari suaka didorong tentara AL Australia ke Indonesia.
Tentara Angkatan Laut (AL) Australia dilaporkan telah mendorong kembali perahu pencari suaka kembali ke perairan Indonesia.
Bahkan, menurut seorang
polisi Indonesia yang enggan disebutkan namanya, tentara AL Australia
menembakkan peluru ke udara untuk memerintahkan para pencari suaka
kembali ke perairan Indonesia. Polisi Indonesia itu mengutip pengakuan
para pencari suaka.
Harian Sydney Morning Herald (SMH),
Rabu 15 Januari 2014, melansir ini merupakan perahu ketiga yang telah
didorong kembali ke perairan tanah air. Sebelumnya, TNI AL telah
mengkonfirmasi dua perahu sebelumnya yang didorong oleh AL Australia
yaitu, pada 19 Desember 2013 dan 6 Januari 2014.
Kepada Fairfax Media,
polisi Indonesia itu mengatakan bahwa penduduk desa menemukan sejumlah
pencari suaka yang terdampar di perairan pada 8 Januari 2014. Dia
mengutip pernyataan seorang pencari suaka bernama Snilul asal
Bangladesh, yang menyebut AL Negeri Kanguru sengaja melepas tembakan ke
udara. "Tujuannya untuk menakut-nakuti mereka," ujar polisi itu.
Selain
itu, tentara AL Australia juga membohongi mereka dengan menyebut bahwa
mereka telah tiba di Pulau Christmas. Namun, tentara Al Australia
kembali mendorong mereka dan mengawalnya hingga kembali memasuki
perairan Indonesia.
Perahu pencari suaka itu membawa 25 orang
pencari suaka asal Bangladesh dan Myanmar serta ditemani dua orang kru
asal Indonesia. Para pencari suaka itu mengaku telah memulai
perjalanannya dari Medan, Sumatera Utara dan telah berada di laut selama
10 hari.
"Ada empat anak-anak di dalam perahu itu. Yang paling
muda berusia 1,5 tahun. Selain itu terdapat juga laki-laki dan
perempuan. Namun, semuanya selamat," kata polisi tadi.
Setelah perahu mereka digiring kembali ke perairan Indonesia, mereka kemudian terdampar di selatan Pulau Jawa.
"Pada
siang hari Rabu kemarin, penduduk desa di sini melihat mereka berenang
di laut. Sehingga warga membantu mereka dan menginformasikan kepada
polisi," katanya.
Menurut dia, perahu reyot yang mereka tumpangi, tidak sanggup untuk menampung 25 orang, hanya cukup untuk 10 orang saja.
Fairfax Media
lantas menelusuri hingga ke Hotel Rangkasbitung, tempat mereka
dilaporkan menginap. Namun, menurut pengakuan seorang staf hotel di
sana, seluruh pencari suaka telah meninggalkan hotel. Dia tidak
mengetahui ke mana mereka pergi.
Sementara menurut sumber
pencari suaka yang bermukim di Cisarua, Jawa Barat, sebuah perahu yang
membawa 54 orang asal Pakistan, Bangladesh, Myanmar dan Irak dilaporkan
telah berangkat dari kota itu sejak 6 Januari dini hari kemarin.
Namun,
sebuah laporan menyebut perahu itu tidak pernah tiba di Australia,
kendati si penjual jasa penyelundupan ngotot mengatakan mereka telah
tiba di Pulau Christmas.
"Tidak ada kabar apa pun. Tidak ada
telepon atau kontak melalui internet. Bahkan tidak ada telepon ke rumah
mereka," ujar sumber itu.
Namun, pernyataan penjual jasa
penyelundupan itu terbantahkan, ketika Kepala Operasi Perbatasan
Kedaulatan Australia, Letnan Jenderal Angus Campbell, menyatakan tidak
ada satu pun perahu yang berhasil menuju ke Negeri Kanguru dalam waktu
tiga pekan terakhir.
Australia Akui Beli Kapal untuk Halau Pencari Suaka.
Australia mengakui telah
membeli kapal untuk melawan para pencari suaka yang kerap menjadikan
Negeri Kangguru itu sebagai tujuan. Namun, Kepala Operasi Perbatasan
Kedaulatan Australia Letnan Jenderal Angus Campbell menolak merinci
lebih lanjut penggunaan kapal tersebut.
Harian Sydney Morning Herald (SMH) edisi
Rabu 15 Januari 2014 melansir pernyataan Campbell ketika memberikan
jumpa pers kemarin. Australia, kata dia, juga tidak akan berpuas diri
dengan hasil operasi-operasi Angkatan Laut (AL) untuk menghalau para
imigran gelap itu, sebelum musim hujan berakhir. Biasanya, jumlah
pencari suaka meningkat saat musim hujan tiba.
"Ini semua akan
berakhir ketika musim hujan terlewati, sekitar di akhir bulan Maret.
Baru saat itu saya ada di posisi untuk dapat melakukan penilaian dengan
yakin bahwa operasi di perbatasan ini sukses digelar," kata Campbell.
Namun,
Australia tetap waspada meski memasuki bulan April mendatang. Sebab,
angka perahu yang hilir mudik masih tinggi. Menurut Australia, pemilik
kapal-kapal tersebut menawarkan jasa penyelundupan manusia.
Hal
ini mengonfirmasi pemberitaan SMH sebelumnya yang melaporkan Pemerintah
Tony Abbott berencana membeli 16 kapal penyelamat untuk mengangkut para
pencari suaka. Namun, dalam laporan media Australia itu, kapal ini
kemudian dipakai untuk mendorong para pencari suaka kembali ke perairan
Indonesia.
Jumlah pencari suaka
Dalam kesempatan itu,
Campbell juga mengungkapkan bahwa jumlah manusia pencari suaka yang
berhasil menjejakkan kaki ke tanah Australia menurun hingga 80 persen,
sejak pemilu kemarin digelar. Hal itu juga dibenarkan oleh organisasi
PBB untuk penanganan para pengungsi yang berkantor di Jakarta.
Mereka memiliki data dari
1.608 orang di bulan September 2013 menjadi 296 orang saja di bulan
Desember 2013. "Kami menyambut baik tren ini," ujar Menteri Imigrasi,
Scott Morrison.
Namun, sikap tertutup masih diterapkan oleh Pemerintah Australia dalam menangani masalah pencari suaka. Morrison menyatakan Kementeriannya tidak akan lagi memberikan jumpa pers mingguan yang biasanya digelar hari Jumat.
Dia beralasan tidak ingin informasi yang disampaikan dari jumpa pers itu digunakan oleh para pencari suaka untuk melawan mereka kembali. Selain itu, Pemerintah Australia menolak tuduhan yang adanya perlakuan kasar yang dilakukan AL Kanguru kepada manusia pencari suaka.
Hal itu dibantah Kepala Pertahanan David Hurley dan petugas kepabeanan. Bahkan menurut Campbell, tuduhan itu sangat keterlaluan. Campbell mengatakan tuduhan itu telah diselidiki secara internal.
Namun, dia menegaskan bahwa penyelidikan terhadap tuduhan itu bukan berarti pihak AL Australia membenarkan adanya aksi pendorongan balik perahu ke perairan Indonesia.
Sementara keputusan Morrison untuk menghentikan jumpa pers yang digelar tiap minggu, menuai kritik dari anggota Parlemen. Juru Bicara Menteri Imigrasi bayangan, Michelle Rowland, mengatakan kebudayaan "rahasia" di Pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, telah memasuki fase baru.
Anggota senat dari Partai
Hijau, Sarah Hanson-Young, juga turut prihatin dengan perubahan aturan
Morrison itu. Young juga kecewa dengan sikap tidak terduga Pemerintah
yang lebih memilih berahasia soal kebijakannya dalam menangani pencari
suaka ini. Namun, sikap tertutup masih diterapkan oleh Pemerintah Australia dalam menangani masalah pencari suaka. Morrison menyatakan Kementeriannya tidak akan lagi memberikan jumpa pers mingguan yang biasanya digelar hari Jumat.
Dia beralasan tidak ingin informasi yang disampaikan dari jumpa pers itu digunakan oleh para pencari suaka untuk melawan mereka kembali. Selain itu, Pemerintah Australia menolak tuduhan yang adanya perlakuan kasar yang dilakukan AL Kanguru kepada manusia pencari suaka.
Hal itu dibantah Kepala Pertahanan David Hurley dan petugas kepabeanan. Bahkan menurut Campbell, tuduhan itu sangat keterlaluan. Campbell mengatakan tuduhan itu telah diselidiki secara internal.
Namun, dia menegaskan bahwa penyelidikan terhadap tuduhan itu bukan berarti pihak AL Australia membenarkan adanya aksi pendorongan balik perahu ke perairan Indonesia.
Sementara keputusan Morrison untuk menghentikan jumpa pers yang digelar tiap minggu, menuai kritik dari anggota Parlemen. Juru Bicara Menteri Imigrasi bayangan, Michelle Rowland, mengatakan kebudayaan "rahasia" di Pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, telah memasuki fase baru.
"Menteri Imigrasi tengah membuat aturan saat dia telah putus asa ketika berupaya menghindari rasa malu," ungkap Young dalam sebuah pernyataan.
Young, menambahkan kini tren Pemerintahan Abbott cenderung menolak untuk menjawab pertanyaan dan mempolitisasi tentara pertahanan dengan bersembunyi di balik seorang Jenderal Militer.
>>Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar