Rabu, 02 Januari 2013

Mahfud MD Jelaskan Polemik Putusan MK soal Lumpur Sidoarjo

"Yang penting dapat ganti rugi, tak peduli dari mana, setan sekalipun"

 

 Ketua MK Mahfud MD 

 

 

    Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, membeberkan beberapa putusan MK sepanjang tahun 2012 yang menuai polemik hingga kini. Salah satunya adalah ditolaknya permohonan uji materi atas UU Nomor 4 Tahun 2012 yang mengatur alokasi dana APBN untuk korban lumpur Sidoarjo. Ditolaknya uji materi ini berujung pada dilaporkannya sembilan hakim MK ke Mabes Polri.

Mahfud mengatakan, MK berpendapat alokasi dana APBN untuk mengatasi masalah yang timbul di luar Peta Area Terdampak (PAT) tidak berarti meniadakan kewajiban dan tanggung jawab PT Lapindo Brantas atas penanganan masalah sosial, yaitu membayar ganti rugi dengan membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo pada wilayah PAT.

“Secara hukum, (soal) korban Lapindo selesai melalui Perpres Nomor 40, yaitu korban jadi tanggung jawab PT Lapindo. Itu sudah disepakati dan ganti rugi mulai dibayar meski belum lunas,” kata Mahfud dalam pemaparan ‘Laporan Kinerja MK Tahun 2012’ di Jakarta, Rabu 2 Desember 2012.

Sedangkan alokasi APBN untuk warga yang berada di luar PAT merupakan tanggung jawab negara untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyatnya yang tidak dapat diselesaikan PT Lapindo. Alokasi anggaran itu adalah bentuk tanggung jawab negara dalam rangka melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945.

Jika pemerintah tidak ikut memikul tanggung jawab tersebut – yang sebelumnya tidak ditetapkan menjadi tanggung jawab PT Lapindo, maka rakyat Sidoarjo di luar area PAT akan mengalami penderitaan tanpa kepastian hukum.

Apabila MK membatalkan ketentuan Pasal 18 dan Pasal 19 (pasal yang digugat pemohon) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2012, maka konsekuensinya adalah warga di luar area PAT tidak akan mendapatkan ganti rugi, dan itu berarti mengorbankan warga negara yang seharusnya mendapat perlindungan.

Dalam Laporan Kinerja Mahkamah Konstitusi Tahun 2012, terdapat risalah persidangan yang mengutip pernyataan saksi korban. Mereka menolak pencabutan pasal itu karena pencabutan pasal membuat mereka tidak akan mendapat ganti rugi.

 

>>Vivanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar