Senin, 30 Desember 2013

Tangan Big Boss di Lapangan

Pengatur Skor Berbaju Investo.

 


    Bau anyir pengaturan skor Bontang FC (BFC) sudah tercium jauh sebelum FIFA melalui Early Warning System (EWS) mengindikasinya. Kekalahan yang terus menerus terjadi, menimbulkan kecurigaan dari manajemen dan pengurus klub.

Isu semakin santer karena BFC bukan hanya kalah dalam laga tandang, tapi juga ketika menjamu tamunya di Stadion Mulawarman. Investigasi dilakukan, pemain dipanggil untuk diminta keterangan.

Sayang, hal itu belum membuahkan hasil. Bukti yang minim membuat penyelidikan terhenti. “Teman-teman sudah memberi kabar kepada saya, tapi kami tidak menemukan bukti yang kuat,” ujar manajer BFC Haeriadi.

Tidak menemukan bukti, kini malah Haeriadi yang dijatuhi hukuman. Dia disangka mengetahui adanya pengaturan skor saat BFC bertarung di babak playoff. Haeriadi meradang. Hukuman seumur hidup yang diberikan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI dinilai tidak mendasar. Tanpa diadili, dia harus menjalani hukuman tanpa melakukan pembelaan.

“Saya tidak pernah menerima panggilan dari Komdis. E-mail yang mereka kirim terkait pemanggilan, saya terima saat hukuman sudah diberikan,” sebutnya.

Bersama BFC, Haeriadi sudah melayangkan surat banding. Sedangkan pemain dan jajaran pelatih, dipersilakan untuk mengurus diri sendiri. “Surat banding, hanya atas nama saya dan klub. Sampai mati pun saya tidak akan terima hukuman itu,” tuturnya.

Tokoh sepak bola di Kota Taman itu bersikeras tidak terlibat dalam pengaturan skor. Sebaliknya, dia meminta agar pemain tampil fight. “Sebelum pertandingan, saya mengingatkan kepada pemain agar tampil semaksimal mungkin. Jika tidak, bukan tanggung jawab manajemen,” tuturnya.

PEMAIN DIKUASAI INVESTOR

Sebelum berangkat ke Jepara, melakoni laga playoff, BFC sudah sakit. The Reds Equator telah melempar handuk dari kompetisi. Namun, bayang-bayang sanksi membuat mereka menganulir keputusan itu.

“BFC sudah tidak ada uang untuk bertanding. Setelah menghadap Wali Kota (Adi Darma) baru ada tiket untuk berangkat,” kata Haeriadi.

Pengakuan Haeriadi, dia berangkat ke Jepara untuk mengejar David, sang investor. Sudah empat bulan pemain tidak digaji oleh investor. Padahal dalam nota kesepahaman, sudah menjadi urusan investor untuk menyediakan gaji.

“Perjanjian itu ditandatangani Pak Arief (CEO PT Bontang Kaltim Jaya), Wali Kota, dan investor (perwakilan atas nama Lim),” terangnya.

Berdasarkan perjanjian itu, Haeriadi mengaku bahwa manajemen dan pengurus klub tidak bisa terlalu jauh mengintervensi pemain. “Itu hak investor,” katanya.

Haeriadi tidak menampik jika dikatakan Camara Fode, pelatih BFC, membawa uang sebelum pertandingan melawan PSLS.

Namun, sama dengan pengakuan pemain, rupiah tersebut merupakan gaji setengah bulan. “Saya tidak sentuh uang itu, Camara yang membagikannya. Selama di Bontang juga saya tidak pernah membayarkan gaji pemain,” ucapnya.

Dikatakan Haeriadi, sebelum melawan Persijap Jepara 20 Oktober 2013, kecurigaan pemain terlibat dalam pengaturan skor timbul. Dalam rapat, salah seorang menanyakan apakah kemenangan yang didapat dari PSLS, berasal dari dalam lapangan atau luar. “Dapat di luar (pengaturan skor),” jawab seorang pemain.

“Kalau memang ada pengaturan skor, meski pengurus dan manajemen melarang, tapi pemain mau, rencana itu pasti tetap jalan,” ujar Haeriadi.

Lalu, terkait keberadaan Michael sebagai masseur yang dicurigai sebagai kepanjangan tangan dari David, ia mengungkapkan bahwa Komdis mengambil data dari putaran pertama IPL.

Perwakilan investor itu bertugas sebagai medis saat pemain terkapar di lapangan. Namun, namanya tidak ada saat melawan PSLS.

“Michael memang ada, tapi di putaran pertama. Saya tidak tahu mengapa namanya ada di daftar tim. Investor yang memasukkannya,” katanya. “Dia satu paket dengan David, sama halnya dengan Camara,” pungkasnya.
 
>>Kaltim Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar