Rabu, 27 Juni 2012

Mewaspadai Manuver Politik Kaum Syi'ah Indonesia


 


    Sepekan yang lalu, tepatnya 6 Desember 2011, ada sebuah moment besar yang terjadi khususnya bagi kalangan kaum Syi’ah sedunia, yaitu peringatan hari raya 10 Muharram atau yang biasa dikenal Hari Asyura.
Menurut kepercayaan kalangan syiah Hari Asyura adalah hari untuk mengenang terbunuhnya Hussain Bin Ali RA di Padang Karbala. Pada hari ini mereka ‘disyariatkan’ untuk keluar rumah berkumpul untuk meratapi kematian Hussain, menyiksa diri, memukul-mukul dada dan kepala serta melaknat para sahabat radhiyallahu anhum. Peristiwa ini mereka lakukan setiap tahunnya serempak di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Makassar, Pasuruan, Palembang, dll.
Melihat  fenomena ini, maka terbersit sebuah pertanyaan. Mengapa suatu aliran yang jelas-jelas telah difatwakan sesat oleh lembaga representasi umat Islam beraqidah Ahlussunnah wal Jamaah seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Indonesia atau Lajnah Da’imah lilbuhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’ di Arab Saudi masih dapat beraktivitas secara bebas bahkan diliput oleh media massa nasional baik cetak maupun elektronik?

    Para dai dan ulama Ahlussunnah harus menyadari bahwa kaum Syi’ah selama ini telah berusaha mengaburkan batas-batas perbedaan antara Syi’ah dan sunnah hanyalah sebatas perbedaan mazhab. Ini adalah kedustaan besar, mereka mengadakan  ini adalah taqiyah mereka. Suatu strategi agar dapat diterima oleh khalayak umat islam di Indonesia. Jika sebelumnya pada bulan April 2011 lalu mereka berusaha untuk membuat Forum MUHSIN (Majelis Ukhuwah Sunnah-Syi’ah Indonesia) yang diprakarsai oleh Dewan Mesjid Indonesia –yang sudah disusupi- dengan IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) itu hanyalah manuver mereka untuk memberikan persepsi seolah-olah sunnah dan Syi’ah di Indonesia bisa bersatu. Bagaimana mungkin Sunnah dan Syi’ah bisa bersatu sedang Al-Qur’an kita dengan Al-Qur’an mereka berbeda (Al-Qur’an Syi’ah: Mushaf Fatimah  berjumlah 17.000 ayat). 
Yang harus kita garisbawahi dan kita sadari bersama, bahwa agama Syi’ah yang muncul dari Republik Iran ini pada akhirnya bertujuan untuk “mengekspor revolusi”  –sebagaimana yang telah berhasil dilakukan Imam Khomeini di Iran– ke negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam. Saat ini pergolakan yang terjadi di Timur Tengah sudah ditunggangi milisi Syi’ah (laskar Hizbullah) untuk dapat dijadikan momentum dan peluang untuk berkuasa.

    Di bawah ini saya kutipkan dari sebuah buku berbahasa arab berjudul “Al-Masyru’ Al Irani Ash-Shafawi” tentang bagaimana strategi kaum Syi’ah dalam proyek “REVOLUSI”nya, apa saja tahapan dan langkah-langkah untuk mensukseskannya,. Sebagian langkah-langkahnya sudah diterapkan di Indonesia, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Sekali lagi khususnya para ulama dan para dai serta umumnya kita semua kaum muslimin yang komitmen terhadap kesucian akidah umat ini harus mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menyadarkan semua elemen secara keseluruhan baik pemerintah maupun sipil bahwa kaum Syi’ah mempunyai ideologi yang berbahaya bukan hanya bagi akidah umat namun bagi ketahanan bangsa.

Kutipan dari buku Al-Masyru’ Al-Irani Ash-Shafawi:

“Petinggi Iran Dalam Menghadapi Wajah Dunia Baru.” Sebuah tema menarik yang mengungkap Teks surat rahasia yang dikirimkan oleh dewan Syuro Revolusi Peradaban Iran, kepada para gubenurnya di berbagai daerah di masa kepemerintahan Al Khatemi.
Surat rahasia yang serius ini sampai ke tangan majalah Al Bayan melalui kordinat ikatan Ahlussunnah yang berkantor di London, kemudian dibedah dan dikomentari oleh DR Abdurrahim Al Balusyi. Berikut di antara teks surat rahasia tersebut:

“Alhamdulillah dengan karunia Allah telah berdiri kedaulatan Itsna Asyariyah di Iran setelah melalui tahapan dan proses yang cukup panjang, begitu juga berkat pengorbanan dan perjuangan rakyat pengikut imam (Syi’ah) yang heroik, oleh karena itu berdasarkan nasihat para petinggi Syi’ah yang mulia, kita sekarang mengemban misi berat dan serius, berupa “ekspor revolusi”, harus kita akui bahwa Negara kita adalah Negara ideologis  –selain kita harus tetap menjaga keutuhan reformasi Iran dan selalu memenuhi tuntutan rakyat- kita wajib menjadikan ekspor revolusi Iran menjadi prioritas utama, namun karena faktor era dunia global sekarang, dan hukum internasional, kita tidak mungkin secara spontanitas mengekspor revolusi, bahkan hal itu bisa mengakibatkan resiko destruktif yang serius….
Oleh karena itu kami telah membuat program lima puluh tahun yang mencakup lima tahapan, setiap tahapan memiliki target sepuluh tahun, agar kita bisa merealisasikan misi ekspor revolusi ke Negara-negara tetangga.  Hal itu karena para pemimpin yang memiliki  kultur sunni jauh lebih berbahaya dari pada para pemimpin Negara timur dan barat, yang jelas Ahlus Sunnah adalah musuh bebuyutan Ali dan para imam maksum lainnya, dan jika kita mampu menguasai Negara-negara ini dapat dipastikan kita telah menguasai separuh dunia, dan demi merealisasikan program lima puluh tahun ini; pertama, kita harus memperbaiki hubungan dengan Negara-negara tetangga, dengan perlu adanya sikap saling menghormati dan mempererat hubungan serta kemitraan antara kita dan mereka…. Karena misi kita hanya satu mengekspor (mentransfer) revolusi, sehingga dengan itu kita bisa menjadi Negara adidaya dengan  kekuatan yang dipertimbangkan oleh Negara-negara lainnya, kemudian setelah itu kita bentangkan sayap untuk menaklukkan Negara-negara kafir dengan kekuatan yang lebih besar, sehingga dunia ini kita meriahkan dengan gempita Syi’ah, hingga datanglah Al Mahdi yang ditunggu-tunggu…”    
Sejak kemenangan revolusi Syi’ah di Iran tahun 1979 M, Para tokoh dan penasehat revolusi yang diwakili oleh pemimpinnya Al Khumaini secara terbuka menyatakan, bahwa Syi’ah tidak akan berhenti pada batas Iran, akan tetapi mereka berambisi memperluas revolusi tersebut di dua Negara; Arab dan islam, terutama Irak, Teluk Arab dan Lebanon, kemudian mereka meneriakkan slogan di depan umum berupa “ekspor revolusi”.
Pernyataan terbuka disuarakan oleh Khomeni di depan publik pada acara perayaan satu tahun memperingati kemenangan revolusi, tanggal 11/2/1980 M, ketika dia mengungkapkan “Kita bertugas untuk menyebarkan revolusi ke seluruh penjuru dunia”.


Demi merealisasikan misi ini terbukti telah selesai pembentukan organisasi-organisasi local dan interlokal yang telah melakukan banyak pelanggaran dan tindak kekerasan di sebagian Negara Arab seperti Kuwait, Saudi dan Lebanon.
Spirit yang memotivasi mereka untuk melakukan ekspor revolusi ini pada hakikatnya bersumber dari dua faktor :

1. Faktor nasionalisme Iran (Persia) yang memiliki perseteruan historis dengan Arab dan faktor ideology Syi’ah Imamiyah yang menganggap Ahlus Sunnah musuh Syi’ah sebagai kaum kafir yang harus diperangi dan dibunuh, atau mereka berubah keyakinan menjadi pengikut Syi’ah Imamiyah.

2. Peristiwa perang yang terjadi antara Irak dan Iran dan berakhir dengan kekalahan Iran kemudian wafatnya Khameni ……ternyata memberikan pelajaran berharga bagi mereka untuk meninjau ulang strategi arus revolusi Iran, dalam rangka mengatur kondisi politik internal, ekonomi dan social pasca kekalahan tersebut.. dari satu sisi, dan juga dalam rangka menanggapi konsekuensi-konsekuensi transformasi dunia internasional setelah runtuhnya Uni Soviet dan munculnya Adidaya baru Amerika Serikat yang mendominasi dunia dari sisi yang lain.
Oleh karena itu mereka harus mengubah gaya dan taktik, dengan tetap menjaga misi semula “Eksport revolusi” akan tetapi tidak lagi menggunakan cara serta-merta melakukan gerakan perlawanan massal atau memprovokasi masa untuk melakukan reaksi negative baik dalam kancah local, regional maupun internasional…..
Begitulah upaya mereka merealisasikan ekspor revolusi dengan membuat strategi baru yang tergambar dalam program lima puluh tahun yang menjadi top secret mereka selama bertahun-tahun
Rahasia ini kemudian bocor dan disebarluaskan oleh kantor ikatan Ahlus Sunnah Iran cabang London. yang di antara point penting yang tercatat dalam rahasia tersebut adalah :
    
    Menjadikan Ahlus Sunnah baik dalam maupun luar negeri Iran sebagai target rencana yang kental dengan kepentingan nasionalisme Persi, budaya, social, sejarah, politik, ekonomi dan agama.
Memuluskan rencana dengan cara memperbaiki hubungan dengan Negara lain, dan mengirim para agen ke Negara-negara target, serta merekrut agen-agen baru dari anak-anak bangsa yang disusupi.
Meningkatkan pengaruh Syi’ah di daerah Ahlus Sunnah, dengan cara membangun Husainiyyat, Asosiasi-asosiasi amal, pusat-pusat kebudayaan, medical center dan klinik kesehatan, dan mengubah struktur kependudukan dengan mendorong para imigran Syi’ah menduduki daerah tersebut (Sunni) dan mengeksodus para penduduk asli dari kampung halaman mereka.
Membagi rencana menjadi lima tahapan, setiap tahapan berdurasi sepuluh tahun :

Fase Pertama: Perintisan dan Perawatan Akar
    Yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan lapangan kerja untuk kader-kader Syi’ah yang ditugaskan ke Negara-negara target, kemudian membangun hubungan kemitraan dengan para penyandang dana dan penanggung jawab di Negara-negara tersebut, kemudian berusaha merongrong struktur kependudukan dengan cara mencerai-beraikan pusat-pusat perkumpulan Ahlus Sunnah kemudian mengadakan perkumpulan Syi’ah di tempat-tempat strategis.

Fase Kedua: Penjajakan.
    Bekerja dengan cara tetap berkamuflase pada koridor hokum Negara yang berlaku sekedar formalitas dan tidak berani melanggarnya, lalu berusaha masuk ke fasilitas keamanan dan institusi pemerintah secara perlahan tapi pasti, hingga berupaya mendapatkan surat kewarganegaraan untuk para imigran Syi’ah… setelah itu berkonsentrasi memunculkan masalah (konflik) antara Ulama Sunnah dengan pemerintah, dengan cara memprovokasi para ulama Sunnah melakukan aksi-aksi yang dianggap bahaya oleh pemerintah, menyebarluaskan selebaran-selebaran provokatif dengan nama ulama Ahlus Sunnah, dan membuat tindakan-tindakan mencurigakan atas nama mereka pula, serta mengobarkan kerusuhan… sedangkan di sisi lain mereka juga gencar menghasut pemerintah untuk melawan ulama Ahlus Sunnah, agar sampai pada target menciptakan ketegangan antara Ahlus Sunnah dengan pemerintah, lalu pemerintah menekan Ahlus Sunnah dan timbulah rasa saling tidak percaya dari masing-masing pihak.

Fase Ketiga: Start-Up
    Merekatkan hubungan antara Pemerintah dengan para imigran agen Syi’ah, memperdalam penetrasi ke pusat-pusat pemerintah, mendorong untuk merelokasi dana-dana Sunni ke Iran untuk mewujudkan mitra kerja, setelah mampu menguasai mereka menekan ekonominya.

Fase Keempat: Masa Pembuahan
    Ciri khas fase ini adalah mengakses ruang-ruang pemerintah yang sensitif, membeli banyak tanah dan properti, menyulut emosi rakyat Sunni terhadap pemerintah karena semakin bertambahnya hegemoni kaum asing Syi’ah.

Fase Kelima: Fase Pematangan
     Inilah puncak dari semua kejadian yang sampai pada klimaksnya, maka terjadi kekacauan besar dalam negeri, dan Negara kehilangan faktor-faktor stabilitasnya (keamanan dan ekonomi), sehingga dengan kekacauan ini mereka bisa masuk dan mengusulkan pembentukan dewan perwakilan rakyat baru, yang bisa mereka setir, mereka mengajukan jasa sukarela untuk membantu pemerintah dalam rangka menstabilkan kondisi dalam negeri, dengan menguasai sendi-sendi penting kepemerintahan, hingga mereka bisa merealisasikan target “Ekspor Revolusi Iran” dengan desain yang rapi…. Dan jika cara itu tidak tercapai mereka gunakan cara lain yang telah terdesain sebelumnya yaitu memprovokasi rakyat untuk melakukan revolusi, setelah itu mereka mencuri kekuasaan dari tangan pemerintah. 

Kenyataannya sekarang kita melihat rencana busuk Syi’ah lima puluh tahun ini telah terlaksana secara rapi di beberapa Negara islam dan Arab, seperti Irak, Kuwait, Bahrain, Yaman, Suriah, Lebanon, Jordania, Sudan, dan sebagian Negara Arab di utara Afrika dan lainnya !.... mungkin kebusukan mereka ini semakin terungkap setelah mereka melanggar sendiri roda rencana jahat lima puluh tahun mereka di Irak, serta pengkhianatan mereka yang membantu para aggressor Amerika (iblis besar) dan musuh-musuh Zionis dalam melawan kaum muslimin dan Arab.
    
    Mereka jatuh ke dalam perangkap kebenciannya sendiri, yang mendorong untuk melakukan kejahatan terburuk, paling kejam dan nista di Negara Irak, yang memobilisasi opini negatif public, Arab dan dunia muslim terhadap mereka, setelah terungkapnya niat, keyakinan dan latar belakang perilaku buruk dan memalukan mereka terhadap bangsa muslim..
Sementara di Suriah, mereka dapat melaksanakan rencana busuknya dengan detail dan rapi, selain juga mendapatkan perlindungan penuh yang diberikan oleh penguasa Asad, dalam menghadapi Suriyah dan rakyatnya… dan tidak masuk akal kaum muslimin berpangku tangan membiarkan rakyat dan bumi mereka jatuh satu persatu ke pelukan tersangka pemilik proyek Shafawi ini… karena mereka juga harus memiliki proyek tandingan untuk menjaga rakyat, umat dan negerinya dari kejahatan berbahaya yang datang dari negeri Persia Iran yang bekerja sama dengan para penguasa Bassyar Asad yang berkhianat pada negeri, bangsa dan umatnya. 

>>  Oleh : Muhammad Aqil Shadiq/
Pengamat Sekte Syiah di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar